Jumat, 12 Desember 2008

ISLAM YANG TEDUH


Sesekali, sempatkanlah diri Anda untuk mengunjungi masjid-masjid yang ada di kampus. Maka Anda akan menemukan sekumpulan anak muda dengan wajah yang cerah lagi teduh. Usia mereka biasanya tak lebih dari dua puluh lima tahun, masih muda memang. Biasanya mereka akan segera menyunggingkan senyum jika kita menatap matanya. Di dahi mereka, biasanya terlihat tanda hitam bekas sujud, tapi tak jarang mereka menutupinya dengan rambut ataupun kopiah. Sekawanan rambut yang tumbuh di bawah dagu mereka, menambah teduh wajah mereka. Jika mereka mengajak Anda berkenalan, maka rasakanlah semangat mereka dari genggaman tangannya yang begitu hangat dan kuat.

Jika Anda seorang wanita, maka berkenalanlah dengan para mahasiswi yang wajahnya juga tak kalah meneduhkan. Mereka lebih akrab dengan panggilan ‘akhwat’ (diambil dari bahasa arab ‘akhawat’, artinya saudara saudara perempuan). Mereka selalu mengenakan kerudung yang lebar, menjuntai hingga menutupi dada. Dan para saudari ini selalu mengenakan busana yang dalam Islam disebut jilbab, yaitu baju kurung lebar dan panjang).

Inilah komunitas dakwah!


Komunitas yang sebenarnya sangat teduh, namun di mata orang yang picik hatinya, penampilan mereka justeru sangat mengerikan. Jidat hitam, jenggot tipis, celana gantung, baju koko, wah.... teroris! Seolah mereka adalah sekawanan serigala yang siap memangsa siapa saja yang berbeda pendapat dengan mereka. Padahal tidak, sekali-kali tidak. Bahkan hati mereka adalah hati yang dipenuhi dengan cinta, kepada Allah, kepada Rasul, kepada sesama mereka, dan juga kepada kita. Justeru karena cinta itulah, mereka terlihat cerewet, yang ini salah, yang itu haram. Tapi menurut saya, kecerewetan mereka terhadap halal dan haram adalah sifat yang harus dimiliki oleh setiap Muslim, seperti kita-kita ini. Bukankah ketika ada sesuatu yang haram, seorang Muslim harus senantiasa berusaha untuk menghindarinya, dan mencegah orang lain agar tidak melakukan keharaman itu.

Seandainya kita mencoba mengikuti aktivitas keseharian mereka, maka kesan teroris, radikal, garis keras, dan tuduhan lainnya akan segera menguap. Kita tidak akan menemukan kesan itu sama sekali dalam keseharian mereka. Nah, orang yang beranggapan mereka adalah para teroris, adalah orang-orang yang mendapatkan informasi sepenggal-sepenggal, tidak lengkap.

Coba ikuti keseharian mereka, maka kita akan melihat bahwa biasanya mereka bangun beberapa jam sebelum adzan shubuh dikumandangkan. Jika mereka punya pulsa, maka mereka akan segera misscall teman-temannya yang lain untuk bangun. Segera setelah itu mereka berwudhu, shalat sunnah, membaca al-Qur’an, hingga adzan shubuh tiba. Jika adzan shubuh tiba, mereka bergegas menuju Masjid atau mushalla terdekat.

Saat pagi menjemput matahari, mereka akan segera bersiap-siap untuk aktifitas hari ini. Apa saja aktifitas mereka seharian ini? Tidak ada yang aneh, bahkan tidak ada yang istimewa. Mereka hanya melakukan aktifitas yang biasa kita lakukan. Kita kuliah, mereka juga kuliah. Kita mengunjungi saudara, mereka juga. Begitupun dengan shalat, makan, istirahat dan lainnya, semuanya tidak ada yang berbeda. Lantas apa yang berbeda?

Yang berbeda hanyalah isi dari aktifitas keseharian itu. Ketika kuliah, maka mereka akan berusaha mengisi waktu kuliah itu dengan apa-apa saja yang diridhai Allah. Dan mereka juga akan berupaya sekuat tenaga untuk menghindari hal-hal yang dibenci Allah. Jika di depan mereka ada aurat mengaga, maka mereka akan berupaya semampunya menegur si pemilik aurat itu. Jikapun mereka belum berani melakukannya, maka diam dan menundukkan pandangan adalah jurus terlemah mereka.

Jika mereka beristirahat, maka mereka akan berusaha mengisi waktu istirahatnya dengan hal-hal yang menambah pahala, menambah ilmu, dan juga memberikan manfaat bagi orang lain. Maka jangan heran, jika kita boleh membongkar isi tas mereka, maka di dalamnya akan dipenuhi dengan buku-buku keislaman.

Lantas apa perbedaan mereka dengan kita? Sekali lagi tidak ada perbedaan yang signifikan. Kalaupun kita mencari-cari perbedaan itu, mungkin kita akan menemukan bahwa mereka memiliki ikatan yang luar biasa kuat di antara sesama mereka. Mereka benar-benar merasa bahwa teman-teman seperjuangannya adalah saudara. Mereka saling mendoakan, dan saling membantu. Memang, saling membantu adalah hal yang biasa, tapi yang mengesankan bagi saya adalah, mereka jarang memikirkan keuntungan dari bantuan tersebut. Bahkan, salah satu dari orangtua mereka mengatakan “Aku tidak pernah menemukan ikatan persaudaraan yang lebih kuat dari ikatan persaudaraan mereka”.

Kalau begitu, mengapa bisa ada persepsi negatif terhadap mereka? Ya itu tadi, kita mendapatkan informasi yang tidak lengkap tentang mereka. Seandainya kita mengetahui siapa mereka sebenarnya, bisa jadi kita akan menitikkan air mata haru. Ya, mungkin kita akan terharu melihat kesabaran mereka atas tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepada mereka. Maka mungkin kita akan menjadi orang terdepan yang akan membela mereka ketika ada fitnah terhadap mereka.

Setelah sekian lama mengagumi mereka, saya pun memutuskan untuk belajar menjadi orang seperti mereka.

diminta dari http://ustadzgaul.com/gaulislam6.htm

Read More......